Dia lalu bertanya kepada pemilik peternakan, “Mengapa seekor elang yang sebenarnya adalah raja dari rumpun unggas, bisa hidup bersama dengan gerombolan ayam? Ini sulit dipercaya.”
Pemilik peternakan menjelaskan dengan berkata, “Karena saya setiap hari memberi dia makan dengan makanan ayam, menganggap dan melatih dia sebagai seekor ayam, membiarkan dia hidup sama persis dengan kehidupan ayam, maka burung elang tersebut tidak bisa terbang hingga sekarang. Segala tindak tanduknya sama persis dengan seekor ayam. Lama kelamaan, elang ini sudah menganggap dirinya adalah bagian dari gerombolan ayam-ayam itu, dan sudah bukan seekor elang lagi.”
Ahli biologi ini berkata, “Begitukah? Saya yakin watak hakiki itu tidak bisa berubah. Dia asalnya adalah seekor elang, seharusnya bisa segera terbang jika diajarkan terbang.”
Setelah ahli biologi dan pemilik peternakan melewati suatu perundingan, akhirnya pemilik setuju untuk mencoba mengajarkan elang itu untuk terbang.
Dia mengamati bagaimana ahli biologi itu perlahan-lahan meletakkan elang itu di atas lengannya, lalu berkata, “Kamu seharusnya terbang di atas langit yang biru, bukan berdiri di atas tanah, kepakkanlah sayapmu, terbanglah dengan gagah berani!”
Elang tersebut mendengarkan perkataan ini wajahnya penuh dengan keraguan, karena dia tidak bisa memahami perkataan dari ahli biologi tersebut. Ketika dia melihat gerombolan ayam sedang mematuk makanan di atas tanah, dia melompat turun dan berkumpul dengan mereka.
Ahli biologi ini tidak putusasa, dia membawa elang itu ke atas atap rumah untuk merangsang dia terbang. Dia berkata, “Sebenarnya dirimu adalah seekor elang, kamu bisa terbang, bentangkan sayapmu dan terbanglah ke atas langit biru!”
Elang itu memandang ke atas langit, lalu memandang ke tanah di bawah, dia merasa ketakutan terhadap dunia yang asing baginya dan status dirinya yang tidak jelas. Ketika dia melihat bayangan dari gerombolan ayam-ayam itu, di melompat turun ke tanah lagi ikut serta dengan mereka mematuk makanan di atas tanah.
Hingga hari yang ketiga, ahli biologi tersebut masih tetap tidak berputus asa, dia sengaja bangun sangat pagi, membawa burung elang ini ke atas gunung. Raja unggas ini dia angkat tinggi di atas kepalanya, sekali lagi dengan nada yang penuh dengan keyakinan dia berkata, “Kamu benar-benar adalah seekor elang, kamu pemilik langit yang biru ini bukan pemilik kandang ayam yang kecil itu, bentangkan sayapmu kepakkan dan terbanglah dengan gagah berani!”
Elang itu menengok ke tanah pertanian yang berada di kejauhan, lalu melihat ke atas langit. Ragu-ragu untuk sejenak, tetapi masih tetap tidak mau terbang.
Ahli biologi itu sekali lagi menjunjung tinggi elang itu ke arah matahari. Selanjutnya kemukjizatan terjadi! Tubuh elang itu mulai bergemetaran, lalu perlahan-lahan elang itu membentangkan sayapnya. Akhirnya, elang itu memekikkan suara kemenangan, mengepakkan sayap terbang menembus ke langit biru.
Inspirasi dari cerita ini
Elang di dalam cerita ini karena dia berbaur dan dibesarkan di dalam gerombolan ayam sehingga nalurinya telah pudar, dan ketika dia melepaskan diri dari lingkungan itu kembali ke jati dirinya yang sebenarnya, bersamaan juga telah memulihkan nalurinya untuk terbang ke atas langit.
Kita manusia juga sama, berasal dari watak hakiki yang murni tanpa cacat, juga memiliki kemampuan terpendam tanpa batas. Tapi sering kali karena kerumitan dalam masyarakat, tak terasa terpengaruh oleh apa yang terus-menerus dilihat dan didengar, demi mendapatkan keuntungan untuk mempertahankan hidup telah memendam watak hakiki yang sesungguhnya dan yang tadinya arif dan bijaksana.
Jika kita bisa mencampakkan hasrat keinginan yang berlebihan, melompat keluar dari gangguan-gangguan terhadap hati kita, maka kita akan bisa melihat jelas diri kita dan kembali ke jati diri kita yang asli, dengan demikian akan hidup lebih bebas dan tak terikat. (The Epoch Times/lin)