Pada zaman dahulu kala, ada seorang pemburu yang sering kali berburu binatang ke hutan. Oleh karena bidikan buruannya selalu tepat dan akurat, ia terkenal di mana-mana sebagai seorang pemburu hebat. Dan sang pemburu itu pun merasa bangga dengan predikat itu.
Suatu hari, seperti hari-hari sebelumnya pemburu masuk ke hutan untuk berburu. Tiba-tiba ia melihat sepasang induk menjangan dan anak menjangan sedang berjalan lambat di hutan, sang induk berjalan di depan, sedang anaknya berjalan merapat di belakang. Sang induk menjangan sesaat menoleh ke belakang, seperti mendesak jalan menjangan kecil yang dicintainya: "Cepat jalan, jangan sampai hilang". Di saat itu, tanpa merasa kasihan pemburu mengangkat busurnya, lalu dengan sepanah tepat mengenai leher menjangan kecil, dan segera darah segar pun mengalir seperti ditumpahkan, perlahan-lahan menjangan kecil rebah ke bawah dan mati seketika. Melihat keadaan demikian, perlahan-lahan sang induk menjangan juga rebah di samping anaknya.
Dengan segera, sang pemburu menghampiri hasil buruannya, ternyata didapati sang induk menjangan juga telah mati, lagi pula kelihatannya sangat sedih sekali. Si pemburu merasa sangat aneh, ia sama sekali tidak memanah induk menjangan, lalu bagaimana induk menjangan bisa mati begitu saja. Lantas pemburu membedah perut induk menjangan, jantung, hati dan paru-paru induk menjangan semuanya telah merekah. Sang induk menjangan mati karena sangat sedih atas kematian anaknya.
Setelah pemburu melihatnya, merasa sangat sedih dan amat merasa bersalah, lalu mengubur induk dan anak menjangan itu. Dan sejak saat itu, ia berjanji tidak akan lagi menyakiti makhluk-makhluk hidup, ia tidak lagi berburu, ia lalu kembali ke hutan untuk berkultivasi (menempa diri) di jalan Tao, dan akhirnya berhasil mencapai kesempurnaan.(erabaru.or.id)*