Kehidupan manusia prasejarah nampak lebih menyerupai kehidupan manusia moderen daripada sebagai penghuni gua yang primitif sederhana dan kompleks, lembut dan mewakili zaman, menawan hati dan gaib, suatu ekspresi bagaimana cara mereka memandang dunia, cara-cara bertanya, menyembuhkan, berkomunikasi dan menghitung, serta fungsi-fungsi lain yang mungkin sudah disempurnakan, tetapi itu juga menjadi bahan yang menawarkan lebih banyak persoalan dari pada solusi-solusinya untuk dipelajari.”—Francisco M. Galvan, pakar arkeologi Meksiko.
Bayangkan seandainya Bumi mengalami sebuah bencana alam yang terjadi di seluruh belahan planet ini, yang barangkali dikarenakan tertabrak sebuah asteroid (batuan angkasa yang mengorbit matahari).
Planet kita akan terguncang akibat tumbukan itu, sehingga menghasilkan gelombang pasang yang sangat hebat (tertinggi dari yang pernah kita lihat) yang mana akan menyapu habis 80 persen peradaban yang ada.
Sebagian besar warisan teknologi moderen akan musnah. Dan yang masih tertinggal sedikit itu akhirnya juga akan rusak seiring dengan berjalannya waktu, sehingga sudah tidak dapat dikenali lagi. Setelah kabut sirna dari skenario kita, kita akan mendapatkan hanya sedikit orang yang selamat - sejumlah kecil individu-individu yang pada akhirnya memulai suatu siklus peradaban manusia yang baru.
Gambaran pasca-bencana ini sudah dapat dibayangkan dalam beberapa karya fiksi, seperti The New Adam (Adam yang baru). Seringkali, tulisan-tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman bahwa kejadian seperti itu dapat benar-benar terjadi, tetapi hal itu juga memberikan pemikiran lain untuk kita renungkan: kemungkinan besar bahwa kejadian itu sudah pernah terjadi dahulu, pada masa lampau yang jauh.
Suatu gambaran baru dari manusia prasejarah
Pada 1937 para ahli arkeologi telah menemukan batu-batu pahatan yang memberi tantangan langsung atas pemahaman kita tentang sejarah manusia. Di dalam gua-gua Lussac-les-Châteaux, batu-batu pahatan yang ditemukan itu ternyata telah dibuat 15.000 tahun yang lalu yang telah mengungkapkan hal-hal diluar prasangka kita: lukisan-lukisan grafis dari orang-orang yang memakai sepatu, celana panjang, kemeja dan topi.
“Setelah ditemukannya batu-batu pahatan di Lussac-les-Châteaux itu, prasejarah mempunyai sebuah sisi baru, sebuah arti baru, tabir kegelapan masa lampau tersingkap, dan ‘kain usang kasar’ yang sebelumnya dipakai nenek moyang kita untuk menutupi diri mereka telah mereka campakkan saat itu,” kata mendiang Robert Charroux, seorang ahli arkeologi dan peneliti yang membaktikan karirnya untuk mengungkap cerita sebenarnya dari sejarah manusia.
Gambar-gambar pahatan ini merupakan sebuah kesaksian tentang teknologi dan pakaian yang disukai “manusia prasejarah.” Kalangan ilmuwan internasional sangat terkejut dan terheran-heran ketika pada 2002 dipastikan bahwa wajah-wajah yang dilukis di gua-gua La Marche bukanlah pemalsuan dari jaman kini, tetapi itu merupakan catatan-catatan resmi sejarah yang menyatakan tanpa keraguan bahwa ternyata manusia prasejarah tidak memiliki adat membalut tubuh dengan kulit binatang dan rambut kusut seperti yang telah dinyatakan oleh para ahli antropologi moderen.
Sebagai gantinya, catatan-catatan kuno ini menggambarkan sebuah populasi yang beradab juga, rambut pendek layaknya seorang olahragawan, jenggot yang terawat dan pakaian yang dijahit. Beberapa batuan menunjukkan detil-detil dari para pria yang menunggang kuda dengan penampilan pribadi yang sempurna dan yang secara keseluruhan bergaya moderen.
Para penyelidik seperti Michael Rappenglueck dari Universitas Munich menegaskan bahwa artifak-artifak penting ini telah begitu saja diabaikan oleh sains modern. Sementara sejumlah batu-batuan dari Laussac-les-Châteaux, yang sekarang ini dipamerkan di Museum of Man (Musium Manusia) di Paris, yang menggambarkan dengan jelas manusia prasejarah sebagai makhluk yang terlahir dengan kebudayaan dan kecerdasan yang tinggi - dan bukan karikatur manusia gua yang kita pahami selama ini - tetap jauh tersembunyi.
Tetapi mengapa ilmu pengetahuan memilih untuk mengabaikan artifak-artifak ini? Dan mengapa pandangan kita terhadap sejarah belum juga berubah meski nampak jelas fakta-fakta yang nyata ini?
Tassili dan Tanzania: kesaksian dari kemustahilan
Para ahli arkeologi telah menemukan beberapa ribu gambar-gambar kuno yang sudah membatu yang tersebar di belahan planet ini -- San Francisco de la Sierra, Altamira, Vilhonneur, Lascaux, Chusca, Cosquer, Cap Blanc Gönnersdorf, Hayonim, Balzi Rosi dan masih banyak lagi tempat yang lain.
Jika ditilik dari jamannya yang adalah prasejarah, maka kebudayaan-kebudayaan dari masa yang sangat lampau ini telah mencatat dengan teliti banyak kejadian sehari-hari dari kehidupan mereka pada dinding-dinding, lantai-lantai dan langit-langit bebatuan. Sebagian besar dari lukisan-lukisan yang menakjubkan ini adalah lukisan-lukisan binatang-binatang buas yang liar, pemandangan orang yang sedang berburu juga ritual-ritual budaya dan keagamaan.
Zat-zat pewarna dari karya-karya ini telah dibuat dari suatu campuran air, mineral, cat tumbuh-tumbuhan, lemak, plester (gips), air seni dan bahkan tinja. Namun di balik tidak menentunya tinta dan ketahanan dari “kain kanvas,” lukisan gua ini menunjukkan suatu kepekaan artistik dan kecermatan. Keseksamaan detil, proporsi serta anatomi dari sketsa prasejarah ini kerapkali jauh lebih indah dan halus dibandingkan dengan yang ditemukan pada awal masa sejarah kita, yaitu karya seni dari periode jauh sesudahnya.
Anehnya, karya seni yang dibuat dari beberapa ratus tahun lalu banyak yang lebih menyerupai lukisan gua prasejarah dibandingkan dengan lukisan-lukisan primitif yang sebenarnya dibuat lebih dekat dengan periode masa kita sekarang. Namun tingkat kesenian yang ditampilkan pada karya-karya ini sangat jauh dari konsep yang mereka bayangkan.
Dari semua temuan arkeologi di dunia, gua-gua Tassili di Algeria dapat mewakili koleksi karya terhebat yang akan mengancam tergesernya pemahaman yang ada saat ini tentang sains moderen. Beberapa ribu ukiran dan lukisan yang berusia lebih dari 15.000 tahun lalu telah mengungkap pemandangan-pemandangan luar biasa bagi suatu populasi yang tadinya dianggap sangat primitif.
Pada dinding-dinding batu ini kami menemukan beberapa laki-laki dengan helm dan antena, satu setel pakaian lengkap, figur manusia dengan tinggi lebih dari 15 kaki dan benda-benda yang mirip dengan pesawat luar angkasa yang terbang melintasi cakrawala.
Di Tanzania, lukisan-lukisan yang ada mirip dengan yang di Tassili - menjabarkan pemandangan yang nampaknya mencerminkan fiksi ilmu pengetahuan kita sekarang, dari figur-figur tanpa wajah sampai pada pelukisan manusia-manusia dengan pakaian yang tidak sama serta pemandangan-pemandangan yang dipercaya sebagian orang adalah saat kontak dengan alien. Sebagian dari ukiran-ukiran ini sudah berusia hampir 30.000 tahun, berdiri dalam kedinginan menantang pemahaman sejarah moderen kita.
Sementara berbagai penjelasan terhadap gambar-gambar aneh ini telah diberikan, maka masukan yang berhubungan dengan kehidupan alien di masa lampau juga dianggap tidak masuk akal. Jika gambar-gambar binatang yang dipahat di gua-gua Tanzania ini dihadirkan dengan proporsi yang sedemikian cermat, mengapa seniman-seniman kuno ini malah harus menggambar semua artifak itu dengan tidak sesuai dan secara sengaja merubah gambar-gambar bentuk manusia itu kecuali mereka ingin merefleksikan sesuatu yang tidak bisa dibayangkan? Pemandangan mulai dari yang diartikan sebagai penculikan-penculikan alien, balon udara panas, tangga-tangga, jerapah-jerapah berkerah yang semuanya perlu dibiasakan.
Orang-orang aneh di masa lampau
Usulan-usulan dari bukti-bukti yang disajikan di atas tentu merupakan pernyataan yang berani karena diposisikan di depan pemahaman antropologi yang berkuasa atas sejarah manusia. Pemahaman yang paling dominan tersebut bersikeras pada konsep cerita yang sama, yang kerapkali memperlihatkan sedikit perubahan meskipun ada beberapa penemuan yang kontradiksi. Untuk menguatkan bukti bahwa umat manusia moderen hanyalah salah satu dari beberapa siklus peradaban manusia, daripada kesimpulan yang mengatakan bahwa manusia berasal dari karnivora penghuni gua, yang justru mengancam peristiwa yang sudah menjadi sebuah dongeng yang sangat penting.
Pada beberapa tempat, dapat ditemukan sejumlah lukisan dengan gaya berbeda ditumpuk satu di atas yang lain, dengan usia mulai dari 15.000 sampai 50.000 tahun yang lalu. Kemungkinan besar, para seniman dari era yang berbeda ini tengah memberi jawaban pada suatu pengetahuan dasar yang sejak itu telah dilupakan. Jika kita hendak memahami sungguh-sungguh karya ini, cara yang tepat adalah dengan menanyakan seberapa banyak yang benar-benar kita ketahui tentang bagaimana kehidupan nenek moyang kita yang melukis pada dinding gua. Jika mereka tidak primitif, dari mana asal mereka?
Bila 30.000 tahun yang lalu umat manusia sudah mengetahui bagaimana menenun kain dan menjahit pakaian, lalu dari mana asal mula manusia primitif yang semula ditemukan itu?
Dihempaskan oleh gelombang yang terus menerus dari penemuan-penemuan terbaru yang mengharuskan kita untuk melacak kembali serta memikirkan kembali sejarah kita yang sebenarnya, kita seharusnya tidak tetap terikat pada suatu pemahaman leluhur kita yang sudah tidak ada hubungannya lagi dengan bukti-bukti yang kontradiksi.
Sebaliknya, kita harus membatasi diri kita untuk merekonstruksi selangkah demi selangkah teka-teki besar yang diwakili oleh manusia sebelumnya dan yang sering disalahartikan. (pls)