Lisa Feigenson sedang bersama seorang anak usia batita. Di tim eksperimen, anak usia 14 bulan ditunjukkan empat buah mainan yang kemudian disembunyikan dalam kotak. (FOTO: JHU) (Gamabar)
Angka mana yang lebih mudah untuk diingat: 432879960 atau 443-297-9960? Yang belakangan, tentu saja. Orang dewasa nampaknya mengetahuinya secara otomatis, sebenarnya, rangkaian panjang angka-angka akan lebih mudah diingat bila dibagi menjadi kelompok angka yang lebih kecil (bite-sized chunks).
“Itulah mengapa, kita mengelompokkan angka-angka pada nomor telepon dan nomor jaminan sosial (nomor yang dimiliki oleh setiap penduduk legal dari negara maju untuk pengurusan asuransi, dan lain-lain) dengan cara semacam ini.”
Saat ini para peneliti di Johns Hopkins University telah menemukan bahwa anak balita (bawah tiga tahun) seusia 14 bulan dapat dan juga menggunakan teknik yang sama untuk meningkatkan memori-aktif mereka, yang menunjukkan bahwa potongan informasi dengan cara ini bukanlah strategi yang mesti dipelajari, akan tetapi, lebih sebagai, suatu aspek fundamental dari pikiran manusia.
“Proyek kami mempersembahkan bukti ‘perluasan memori’ yang berdasarkan pada pengetahuan konseptual atas subyek yang belum terlatih dan belum menguasai bahasa verbal,” kata Lisa Feigenson, asisten professor Ilmu Psikologi dan Otak di Universitys Krieger School of Arts and Sciences, yang mengerjakan proyek penelitian ini bersama koleganya Justin Halberda.
“Apa yang secara mendasar telah kami lakukan adalah menunjukkan bahwa anak-anak yang sangat muda itu, yang biasanya hanya dapat mengingat kira-kira tiga obyek dalam sekejab, menjadi dapat mengingat lebih banyak jika mereka menggunakan konsep, bahasa, pengertian dan petunjuk perkelompok seperti yang digunakan pada orang dewasa.”
Sebuah artikel atas riset ini muncul di Proceedings of the National Academy of Sciences pada edisi 14 Juli.
Dari eksperimen tim, kepada anak batita yang berusia 14 bulan ditunjukkan empat mainan yang kemudian disembunyikan ke dalam kotak.
Anak-anak kemudian diminta untuk mencari mainan yang hilang. Kadangkala, dua dari empat mainan yang ditunjukkan tadi, diam-diam disembunyikan di lain tempat. Kemudian para peneliti itu mengamati seberapa lama anak-anak tersebut akan tetap mencari mainannya di dalam kotak, dasar pemikiran para peneliti adalah anak-anak itu akan mencari mainannya lebih lama, jika mereka ingat bahwa masih ada lagi mainan yang harus ditemukan.
Para peneliti itu menemukan bahwa anak-anak tersebut akan mencari mainannya lebih lama ketika empat mainan tersebut dibagi ke dalam dua kelompok dari dua obyek yang familiar, misal kucing dengan kucing dan mobil dengan mobil, dan satu main-an dari masing-masing kelompok tersebut disembunyikan di tempat lain. Hal itu menunjukkan bahwa anak-anak tersebut sedang menggunakan “pemikiran secara berkelompok” atau “mental chunking” sebagai cara untuk mengingat lebih banyak materi pada waktu yang bersamaan.
Tim peneliti juga menemukan bahwa anak-anak batita usia 14 bulan dapat menggunakan petunjuk pengelompokan spatial (peneliti mengelompokkan enam bola berwarna jingga yang identik ke dalam tiga kelompok yang masing-masing berisi dua bola, sebelum menyembunyikannya) untuk memperluas memori anak, dengan cara yang sama yang dilakukan oleh orang dewasa yang mengelompokkan angka digital untuk mengingat nomor telepon. Ketika dilengkapi dengan petunjuk tersebut, si kecil dapat mengingat hingga enam obyek sekaligus.
Hasil ini menyatakan bahwa memori tidak hanya sebagai suatu sistem penyimpanan pasif yang membuat “salinan” atas pengalaman kita. Tetapi, Feigenson mengatakan, hasil penelitian menunjukkan bahwa, paling tidak anak-anak usia awal batita, secara konstan, memorinya sedang diatur dan disusun kembali untuk memaksimalkan efisiensi.
Hasil para peneliti mungkin dapat diimplikasikan untuk strategi pendidikan atau membantu mereka yang menderita permasalahan memori jangka pendek. Tetapi lebih tepat, mereka menunjukkan bahwa secara mengejutkan sistem memori dari para bayi muda ternyata menyerupai strategi orang dewasa.
Riset ini didukung oleh National Institute of Child Health and Human Development dan James S. McDonnell Foundation Scholar Award. (Science Daily/feb)