Seorang teman saya telah memberi saya sebuah kaleng yang sangat rapat. Setiap kali setelah menggunakan kaleng itu harus ditekan di sebelah kanan kiri dan atas bawah dengan sekuat tenaga, kaleng itu baru dapat tertutup kembali, oleh sebab itu saya tidak senang mempergunakan kaleng itu.
Suatu hari saat melihat anak perempuan saya mengeluarkan kaleng itu untuk dipakai, saya menjadi sangat heran, mengapa dia tidak merasakan bahwa kaleng itu tidak enak dipergunakan?
Dia lalu mengatakan pada saya, “Ketika saya sudah tidak berhasil menekan lagi dari sekeliling kaleng itu, saya berpikir kaleng itu pasti mempunyai suatu tempat yang mudah ditekan. Apalagi kaleng itu bermerek ternama, mana mungkin pabrik yang begitu ternama mendisain produk yang begitu sulit untuk dibuka-tutup? Karenanya saya mencoba untuk menekan di bagian tengah kaleng, ternyata dengan sangat mudah sekali tutupnya bisa tertutup rapat kembali!”
Hal tersebut sama dengan berkomunikasi dengan orang lain, dengan cara begini atau begitu jika tidak bisa, tidak mungkin dengan segala cara apapun juga tidak bisa.
Jika Anda menyadari dari dalam lubuk hati, menggunakan segenap cara yang lain untuk mencoba, pasti akan Anda temukan cara berkomunikasi yang dapat diterima oleh orang itu.
Memang benar! Menyadari sesuatu hal dari dalam lubuk hati, sama dengan menyadari seseorang dari dalam lubuk hati. Apakah bukan karena kita acapkali mempertahankan pendapat sendiri, sehingga menjadi serba tidak cocok dengan seseorang atau sesuatu hal?
Bila diri kita dapat membiarkan lebih fleksibel, toleran, dan menyisakan sedikit ruang bagi orang lain, maka di antara kita akan ada ruang yang lebih banyak untuk saling berhubungan, dan komunikasi akan menjadi jauh lebih mudah. (The Epoch Times/lin)