Didalam sutra Buddha ada sebuah cerita....
Pada jaman dahulu kala, di negeri Mogado ada seorang raja yang memelihara sekelompok gajah. Diantara sekelompok gajah itu, ada seekor gajah tumbuh dengan sangat istimewa, sekujur tubuhnya putih bersih, bulunya sangat halus lembut dan licin.
Belakangan, raja menyerahkan gajah tersebut kepada pelatih gajah untuk dirawat. Pelatih gajah tersebut tidak hanya memberi perhatian terhadap kehidupan sehari-hari dari gajah tersebut, dia juga mengajar gajah itu dengan sepenuh hati.
Gajah putih tersebut sangat pandai sekali, dia mengerti maksud manusia, setelah lewat beberapa waktu lamanya, diantara mereka diam-diam telah terjalin persahabatan yang sangat baik .
Pada suatu tahun, di negeri ini diselenggarakan upacara perayaan yang sangat meriah. Raja berencana menunggang gajah putih pergi menghadiri upacara, karenanya sang pelatih lalu memandikan dan merias gajah, setelah itu di atas punggung gajah itu disampirkan sehelai selimut putih, barulah gajah itu diserahkan kepada sang raja.
Raja yang didampingi oleh para menteri, menunggang gajah putih masuk ke dalam kota untuk menghadiri upacara. Oleh karena penampilan gajah putih ini sangat cantik, rakyat berkerumun untuk melihat, sambil memuji sambil berteriak, "Raja gajah! Raja gajah!"
Saat itu, raja yang menunggang di atas punggung gajah merasa segala kehormatannya sebagai seorang raja telah direbut oleh gajah putih itu, di dalam hati raja sangat jengkel dan iri. Dengan segera dia berkeliling satu putaran, setelah itu segera kembali ke istana dengan hati tidak senang.
"Setibanya di dalam istana, dia segera bertanya kepada sang pelatih gajah, "Apakah gajah putih ini memiliki ketrampilan istimewa yang lain?"
Sang pelatih bertanya pada raja, "Saya tidak paham, ketrampilan apa yang baginda raja maksudkan?"
Sang raja berkata, "Apakah dia bisa menunjukkan ketrampilannya itu di pinggir jurang?"
Sang pelatih menjawab, "Seharusnya bisa."
Sang raja lalu berkata, "Baiklah! Besok biarkan dia menunjukkan ketrampilannya di atas tebing curam yang berada di perbatasan antara negeri Mogado dan negeri Bologna."
Keesokan harinya, sesuai dengan perjanjian, sang pelatih membawa gajah itu pergi ke tebing yang curam itu. Sang raja bertanya, "Apakah gajah ini bisa berdiri di pinggir tebing curam itu dengan menggunakan tiga kaki?"
Sang pelatih menjawab, "Ini mudah sekali."
Dia menunggang di atas punggung gajah dan berkata dengannya, "Marilah, berdiri dengan menggunakan tiga kaki."
Sebagaimana diduga, gajah putih itu segera menarik satu kakinya. Raja berkata lagi, "Apakah kedua kakinya bisa bergantung di awang-awang, berdiri hanya menggunakan dua kaki?"
"Bisa."
Sang pelatih lalu menyuruh gajah itu mengangkat kedua kakinya, gajah putih itu melakukan dengan sangat patuh. Sang raja melanjutkan berkata, "Bisakah tiga kakinya bergantung di awang-awang, berdiri hanya menggunakan satu kaki?"
"Mendengar perkataan ini, sang pelatih paham bahwa sang raja berniat membunuh gajah putih tersebut, dia lalu berkata kepada gajah putih, "Kali ini Anda harus berhati-hati, mengangkat tiga kaki, berdiri hanya menggunakan satu kaki."
Gajah putih itu juga melakukan dengan sangat hati-hati. Melihat pertunjukan ini khalayak ramai yang menonton, bertepuk tangan dan bersorak dengan sangat meriah bagi gajah putih itu!
Makin dilihat dalam hati sang raja makin tidak stabil, dia berkata dengan sang pelatih, "Bisakah dia mengangkat kaki belakangnya, seluruh tubuhnya bergantung diawang-awang?"
Saat itu, sang pelatih berbisik kepada gajah putih, "Raja berniat menghabisi nyawamu, kita berada di sini sangat berbahaya sekali. Engkau membumbung ke langit terbang ke tebing yang berada di depan!"
Yang tidak dapat dibayangkan adalah, gajah putih tersebut diluar dugaan sungguh mengangkat kaki bela-kangnya terbang ke angkasa dengan sang pelatih, terbang melintasi tebing curam, masuk ke wilayah negeri Bologna.
"Rakyat negeri Bologna melihat ada gajah putih terbang ke sana, penduduk seluruh kota bersorak-sorai. Raja negeri itu juga dengan gembira bertanya kepada sang pelatih, "Anda datang dari mana? Mengapa bisa menunggang gajah putih datang ke negeri saya?"
Sang pelatih lalu menceritakan seluruh kejadiannya kepada sang raja. Setelah mendengarkan cerita itu, sang raja menghela nafas dan berkata, "Mengapa manusia harus memperhitungkan dan merasa iri hati dengan seekor gajah?"
Manusia di dunia ini, harus memiliki sebuah hati yang tenang dan rukun, jangan sampai mempunyai hati iri dengki. Pepatah mengatakan, "Jika orang lain mendapatkan kesuksesan, kita jangan merasa iri hati, harus dengan hati tenang menyikapi kesuksesan yang diraih oleh orang lain, ini merupakan rahasia orang yang hidup bahagia."
Ada sepasang suami-istri yang berpandangan sangat picik, senang bertengkar tiada habisnya demi masalah sepele.
Suatu hari, sang istri memasak beberapa macam masakan enak, dia berpikir jika ada sedikit arak akan lebih baik. Karenanya dia membawa gayung untuk mengambil arak di gentong arak.
Ketika sang istri menjulurkan kepalanya ke dalam gentong, terlihat bayang-bayang dirinya sendiri tercermin di dalam arak. Dia mengira suaminya telah berkhianat terhadap dirinya, membawa pulang seorang wanita dan disembunyikan di dalam gentong.
Dia lalu berteriak dengan keras, "Hai, engkau jahanam, berani betul kau mengelabui saya diam-diam menyembunyikan seorang perempuan di dalam gentong. Sekarang apa yang hendak engkau jelaskan lagi?"
Mendengarkan perkataan kacau balau ini, suaminya bergegas lari ke sana menengok ke dalam gentong, dia melihat seorang pria berada di dalam gentong. Dia juga memaki tanpa penjelasan, "Kau perempuan busuk, nyata-nyata dirimu membawa seorang lelaki pulang ke rumah, secara rahasia dan menyembunyikannya di dalam gentong, malah balik memfitnah saya!"
"Baiklah, kau masih beralasan!" Istrinya menjulurkan kepala ke dalam gentong untuk melihat, masih tetap terlihat wanita yang tadi, dia mengira suaminya sengaja mempermainkan dirinya.
Tak tertahankan segera naik pitam, menuding suaminya dan berkata, "Kau kira saya ini siapa, boleh semaumu dibujuk dan ditipu? Kau, sungguh berbuat tidak pantas terhadap saya....."
Makin memaki, istrinya semakin gusar, mengacungkan gayung yang berada di dalam tangan dan dilemparkan ke arah suaminya. Dengan mengelitkan badan suaminya menghindari lemparan itu, mengetahui istrinya bukan hanya bikin onar dengan tanpa alasan masih mau memukul dirinya, dia juga tidak mau mengalah, karenanya dia membalas dengan memberi istrinya sebuah tamparan.
Maka celakalah kali ini, mereka berdua saling menarik dan saling menggigit, sungguh-sungguh ribut bukan main.
Akhirnya perselisihan ini sampai ke pemerintah setempat. Setelah pejabat pemerintah mendengarkan penuturan dari dua belah pihak, dalam hatinya sudah hampir jelas semuanya, dia segera memerintahkan bawahannya untuk memecah gentong arak itu.
Setelah dipalu segera terlihat gemercikan arak mengalir keluar. Tidak lama kemudian, arak di dalam gentong habis mengalir, di dalam gentong sedikit pun tidak terlihat bayangan seorang lelaki maupun perempuan.
Hingga saat ini kedua suami istri itu barulah mengerti bahwa yang mereka cemburukan itu hanyalah bayangan dari diri mereka masing-masing, dalam hati mereka merasa sangat malu, oleh karena itu mereka saling meminta maaf, berbaikan seperti sedia kala.
Ketika kita menjumpai hal-hal yang mencurigakan, janganlah gegabah mengambil kesimpulan, harus dianalisa dengan nalar dan secara obyektif, baru bisa memahami keadaan yang sebenarnya. Lebih-lebih di saat kita sedang marah, jangan sampai seperti suami-istri yang berada di dalam cerita yang melihat bayangan diri sendiri, tidak bisa menganalisa dengan pikiran yang dingin dan tenang, malahan kehilangan akal sehat hanya karena kecemburuan hati sehingga terjadi pertengkaran.
Jika kecemburuan hati orang lain sampai bisa menjatuhkan diri Anda, maka hal ini menunjukkan bahwa walaupun Anda mungkin bermutu tinggi, tetapi bukan mutu yang paling tinggi, terlebih dalam hal tekad (kemauan) Anda tidak termasuk bermutu tinggi.
Menghadapi fitnahan dari orang yang cemburu, reaksi yang paling mudah dilakukan oleh orang biasa juga merupakan rencana paling buruk adalah memberi jawaban bersifat sindiran pedas.
Jika demikian Anda bisa karena keisengan orang lain, menjadikan diri kita sendiri berubah menjadi membosankan. Bahkan ada kemungkinan bisa terjerumus kedalam persengketaan tidak berarti yang berlarut-larut dan melelahkan pikiran.
Bai Lun pernah berkata, "Bagi yang mencintai saya, saya balas dengan menghela nafas, bagi orang yang membenci saya, saya tanggapi dengan tertawa."
Kata "tertawa" ini sungguh sangat bebas dan lepas, sangat berarti. Menghadapi fitnahan dari orang yang cemburu, jawaban yang paling bagus adalah.... membiarkan jiwa kita tersenyum dengan tenang. (The Epoch Times/lin)