Masyarakat Bali secara turun temurun sangat menghormati warisan seni, budaya, tradisi dan spiritual yang mendalam dari para leluhurnya. Pada abad ke-17, raja Mengwi, I Gusti Ngurah Putu, mendirikan sebuah pura paibon (tempat pemujaan untuk para leluhur) yang sangat megah sebagai wujud penghormatan terhadap leluhur keluarga kerajaan.
Pura yang dibangun oleh raja Mengwi, yang konon mempunyai daerah kekuasaan yang sangat luas, diberi nama Taman Ahyun. Kata Ahyun berasal dari kata Hyun yang berarti pura yang dikelilingi kolam dengan taman yang asri. Lama kelamaan kata Ahyun berubah menjadi Ayun. Objek wisata yang berada pada jalur Denpasar-Bedugul ini lebih dikenal dengan sebutan Pura Taman Ayun.
Suasana Tradisional Bali sudah Tampak ketika memasuki kawasan Taman Ayun (Foto: Alimin)
Objek wisata yang terletak di desa Mengwi, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung ini memiliki 3 halaman. Pada halaman pertama, pengunjung dapat menemui bale Wantilan yang beratapkan alang-alang sebagai tempat pertunjukkan seni sekaligus sebagai tempat pertemuan warga. Selain itu pada halaman yang menghijau ini terdapat bale Bundar yang digunakan raja pada jaman dulu untuk melepaskan kepenatan sambil menikmati keindahan taman dan menghirup udara segar. Di bagian pojok halaman terdapat pancuran yang airnya mengalir sepanjang masa. Pancuran ini merupakan pusat sirkulasi air kolam yang mengelilingi areal pura pada bagian halaman ketiga. Sungguh suatu warisan rancangan arsitektur yang sangat menakjubkan.
Kawasan Taman Ayun yang dikelilingi kolam alami (Foto: Alimin)
Pada halaman kedua, pengunjung dapat menaiki tangga yang cukup tinggi untuk mencapai puncak bale kulkul (kentongan). Dari ketinggian ini, pengunjung dapat melepaskan pandangan dan menikmati semilir angin segar. Juga dapat mengabadikan pemandangan alam pedesaan yang sangat asri di kiri kanan areal pura. Setelah menuruni menara bale kulkul, pengunjung akan terasa lebih rileks berjalan di bawah rimbunan pohon jepun (kamboja) bali dengan aroma wanginya yang khas. Aroma jepun bali biasanya digunakan sebagai aroma terapi oleh spa-spa untuk melepas kepenatan. Pada areal ini juga dapat dijumpai Gelung Kori (pintu gerbang) menuju halaman ketiga (utama). Gelung Kori walau telah melewati ratusan tahun, terlihat berdiri kokoh dengan arsitektur khas tradisional Bali. Pengunjung menggunakan latar belakang ini untuk mengabadikan kenangan dengan melakukan foto bersama. Gerbang kuno yang sarat makna ini hanya dibuka apabila ada upacara suci yang berlangsung setiap 6 bulan sekali.
Pura Bertingkat di Taman Ayun (Foto: Alimin)
Pada halaman ketiga yaitu areal yang paling tinggi, pengunjung akan menemukan keindahan bangunan tempat suci berupa sederetan meru (sejenis pagoda) yang memiliki tingkat/jumlah susunan atap yang berbeda-beda. Meru merupakan simbol gunung, yang dipercaya sebagai tempat pemujaan roh leluhur raja serta Dewa-Dewa. Bangunan pura yang sangat megah ini dikelilingi kolam yang dihiasi bunga lotus warna warni. Kompleks pura seolah-olah mengambang di atas air.
Rata-rata setiap pengunjung yang melewati areal ini tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menjepret setiap bangunan yang ada, meskipun mereka hanya boleh bergerak leluasa di sepanjang lorong di luar pagar pembatas.
Secara keseluruhan ketiga halaman ini dikelilingi oleh kolam ikan yang cukup lebar, yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk tempat memancing. (Erabaru/adi)
Foto lainnya: