Malam itu saya terbangun larut malam karena mengkhawatirkan sesuatu. Hal itu benar-benar membuat saya tidak dapat tidur. Pikiran tersebut berputar-putar terus di dalam benak saya. Saya harus membuat keputusan, dan saya menghadapi konflik itu. Hal selanjutnya yang saya ketahui, perhatian saya beralih ketiga biskuit mentega rasa kacang yang ada di dalam lemari es saya. Saya sudah tidak lagi memikirkan masalah saya… berpikir tentang biskuit-biskuit tersebut. Rasanya lebih mudah!
Sesungguhnya saya tidak lapar, dan lagi pula biskuit ini rasanya tidak terlalu enak, tetapi saya juga mempunyai pikiran, “Jika saya terus makan biskuit ini, maka saya tidak akan memikirkan hal itu lagi. Masalah itu akan hilang dan terpecahkan. ”
Hmm. Hal itulah yang memang saya harapkan meski lalu timbul masalah-masalah lain pada saya.
Lalu saya berubah pikiran. Tersadar bahwa telah melarikan masalah saya ke biskuit yang ada di lemari es itu. Seperti yang saya katakan tadi bahwa “Jika hanya makan biskuit itu, maka masalah akan hilang dan saya tidak perlu memikirkan itu semua. Sehingga saya dapat tertidur lelap”.
Saya tidak lagi fokus pada masalah semula, satu yang saya rasakan adalah tidak dapat melakukan apa-apa untuk sementara waktu. Justru yang didapatkan, kue-kue di dalam lemari es memanggil saya untuk memakan mereka!
Mengapa biskuit dapat membuat saya tetap terjaga? Seharusnya mereka tidak mampu, karena masalahnya bukan terletak pada biskuit. Sepuluh menit sebelumnya, saya terobsesi dengan sebuah dilema yang tidak dapat saya pecahkan.
Tidak ada yang dapat saya lakukan dengan masalah itu saat ini. Saya seharusnya sedang menikmati tidur saya. Tetapi jika saya melarikan masalah ini pada biskuit. Ya, itu adalah salah satu yang dapat saya selesaikan. Saya bisa memakannya, lalu pergi tidur.
Saya pikir jika kita terobsesi pada makanan yang bukan karena masalah fisiologis, yaitu rasa lapar atau keinginan akan nutrisi yang terpicu oleh kebutuhan fisiologis, namun kebanyakan kasus ini mungkin merupakan suatu pemindahan dari sesuatu yang kita khawatirkan atau membuat kita stress.
Kadangkala ketika kita memiliki masalah dengan makanan, kita tidak melihatnya secara jelas bagaimana hal ini bisa terjadi. Sudah menjadi suatu kebiasaan untuk selalu mencari solusinya pada masalah makanan, berat tubuh, dan citra tubuh, dimana kita tidak menyadari bahwa makanan hanyalah suatu pelarian dari masalah-masalah lain yang tidak dapat kita selesaikan dengan baik
Kadangkala kita tidak mempedulikan tekanan dari masalah makanan kita dengan mengatakan, “Lupakan diet, saya hendak makan es krim.” Sebagian alasan mengapa Anda merasa tertekan adalah karena mungkin saja Anda sedang merasakan tekanan pada masalah lain dalam kehidupan Anda yang lain yang tidak bisa terpecahkan. Itulah masalahnya, atau diet yang Anda jalani terlalu berlebihan.
Lalu apa yang telah saya lakukan? Nah, ketika saya menyadari apa yang terjadi, saya hanya bisa berusaha beralih kembali untuk mencoba menyelesaikan pokok permasalahan saya, dan saya telah melupakan biskuit-biskuit itu sama sekali.
Lain kali ketika Anda menemukan diri Anda terobsesi dengan makanan, khususnya pada waktu Anda tidak terlalu membutuhkan makanan, maka tuliskan daftar masalah-masalah Anda, kegelisahan, segala tekanan, atau buatlah sebuah daftar segala sesuatu yang harus dilakukan dan berilah prioritas. Kenali masalah mana yang menyebabkan Anda menjadi paling gelisah atau tugas apa yang sedang Anda hindari.
Jujurlah pada diri Anda sendiri. Mulai berusaha memecahkan persoalan yang ada di dalam pikiran di kepala. Cari tahu apa yang harus Anda lakukan untuk memecahkan masalah tersebut. Buatlah sebuah keputusan, ambil tindakan, dan bergerak terus ke depan. Jangan berdiam diri terlalu lama. (Melissa King/The Epoch Times/mer)