Anak saya bernama Agung dari kecil sudah keras kepala, bila ingin melakukan sesuatu tidak ada yang melarang. Ayahnya selalu berkata,“Dia ingin main apa biarkanlah dia main, ingin melakukan apa biarkanlah dia melakukan, turuti saja kehendak dia, jangan dipedulikan. Jangan seperti Emi (anak perempuan kakaknya, usianya empat tahun lebih besar dari Agung) segalanya diatur oleh ibunya, memang penurut, tetapi terlalu menggantungkan orang lain, sama sekali tidak ada pendirian sendiri, percuma hanya berbadan besar saja!”
Apakah oleh karena kami jarang sekali melarang kegiatan Agung, kelihatannya dia lebih menarik perhatian jika dibandingkan dengan Emi, tetapi kian lama dia kian menganggap dirinya yang paling benar. Sekarang dia baru berumur 9 tahun, tetapi semua persoalan ingin orang lain harus mengikuti dia. Misalkan seperti hari minggu yang lalu ayahnya bilang ingin mengajak sekeluarga pergi bermain ke gunung, dia memaksa ingin pergi ke waterpark, akhirnya kami menuruti kehendaknya.
Setiap kali ketika bermain bersama anak-anak teman atau family kami, siapa yang tidak mau mendengarkan kemauannya, maka dia akan mengajak anak itu untuk bertengkar. Kadang kala memperlihatkan sikap yang sangat sewenang-wenang, dia sangat tidak disukai oleh teman-teman sebaya, akan tetapi dia selalu mengatakan ketidak benaran orang lain. Saya khawatir dia akan segera kehilangan teman. Apakah kami keliru?
Ibu Mulan,
Membiarkan anak memutuskan persoalannya sendiri, memang bisa menyemangati kepercayaan diri serta harga diri anak itu, sangat membantu dalam melatih kemampuan anak menanggulangi masalah. Jikalau semua persoalan diborong dan di wakili oleh orang tua, semua persoalan diatur dengan sangat memuaskan, maka hal tersebut sama dengan telah merampas kesempatan anak untuk belajar dan berpikir, kemampuan dan kecerdasan dari anak itu tidak bisa berkembang, lama kelamaan dapat memupuk kebiasaan anak yang apatis dan pasif.
Apa yang di katakan oleh ayah Agung memang benar. Akan tetapi ketika anak itu masih belum memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang sesuai, maka orang tua wajib memberikan bimbingan.
Misalkan saat berbelanja di supermarket, anak ingin membeli minuman, Anda harus mengajarkan dia untuk memperhatikan bahan tambahan yang terkandung dalam minuman itu, menyarankan dia lebih baik mengonsumsi buah-buahan segar.
Ketika dia memilih pakaian atau alat-alat tulis, jika anak itu memperhatikan barang yang bermerek, Anda harus memberitahukannya kiat untuk berhemat tetapi tetap bersahaja, sedap dipandang mata lebih sesuai bagi orang yang masih berstatus siswa.
Setelah selesai mengerjakan PR sekolah, bila anak hanya ingin menonton TV, dan tidak mau merapikan kamar, maka Anda harus memberitahu dia bahwa hal tersebut juga merupakan tanggung jawabnya diri sendiri.
Saat mengatur kegiatan di luar pelajaran, Anda harus memberi pengarahan kepada anak untuk lebih banyak mengikuti kegiatan yang bermanfaat bagi kesehatan jiwa dan raga, serta memperluas pandangan.
Acapkali seorang anak hanya memikirkan apa yang ingin dia lakukan, serta apa yang ingin dia dapatkan, tidak mengerti apa yang seharusnya dia lakukan, dan apa yang seharusnya dia dapatkan, semua ini perlu partisipasi dari para orang tua dalam mencurahkan segenap perhatian untuk membimbing dan mengajarkan kepada anak-anak mereka.
Sudah tentu, orang tua harus serius mendengarkan suara hati dari anak, menghormati permintaan anak yang layak. Andai kata anak itu ingin menjadi seorang ilmuwan, dan Anda sebagai orang tua memaksa dia mempergunakan segenap waktu, energi dan tenaga dia melakukan kegiatan olah raga, hal tersebut hanya bisa membuat anak itu kehilangan kegairahan terhadap kehidupan ini.
Walaupun stamina tubuhnya agak lemah, karena dia sangat gemar akan ilmu pengetahuan, Anda juga harus terlebih dulu mendukung dia pergi mengunjungi musium ilmu pengetahuan. Pergi ke perpustakaan untuk mencari bahan (materi) yang ingin dia baca, lalu baru mengajak dia melakukan serangkaian olah raga yang secara setahap demi setahap akan dapat meningkatkan kegemarannya terhadap olah raga dan meningkatkan stamina tubuhnya.
Masih ada satu poin yang tidak boleh diabaikan. Anda harus memberitahu anak Anda ketika dia memutuskan suatu persoalan, jangan hanya memikirkan kebutuhan dirinya sendiri, tetapi juga harus memperhatikan perasaan orang lain yang berada di sekitar dia. Harus bisa belajar menghormati orang lain serta memikirkan orang lain.
Pergi ke gunung atau pergi ke waterpark? Tidak boleh hanya memperhatikan kesenangan sendiri, setidak-nya harus mendengarkan pendapat dari ayahnya, mengapa dia ingin membawa keluarga dia pergi ke gunung?
Ketika bermain dengan teman-teman sebaya atau melakukan kegiatan keluarga, Anda juga bisa memberi saran secara bergantian mengambil keputusan, kemudian berangsur-angsur membim-bing anak itu mengerti bagaimana mengalah pada orang lain. Belajar bagaimana memperbesar kapasitas kemurahan hati dia.
Yang terbaik adalah melatih anak itu sejak dia masih kecil tentang “mendahulukan orang lain”, agar menjadi suatu kebiasaan. Misalkan saat memotong kue tart, membagi permen, agar bisa mempersilakan orang lain memilih lebih dulu. Dalam berdiskusi tentang pengaturan kegiatan, mempersilah-kan orang lain mengajukan pendapat lebih dulu.
Jika menghadapi tamu atau orang yang lebih tua, harus mempersilahkan tamu atau orang yang lebih tua itu untuk memilih lebih dulu. Jikalau orang tua sering memberikan contoh demiki-an, maka dipastikan tidak sulit membentuk anak-anak untuk menjadikannya sebagai suatu kebiasaan.
Sebagai orang tua, tidak hanya harus membuat anak memiliki keberanian untuk memutuskan persoalannya sendiri, lebih-lebih harus mengajarkan kepada anak bagaimana membuat suatu ke-putusan yang tepat. Di dalam proses pembelajaran itu harus membuat anak itu mengerti bahwa dia masih membutuhkan bimbingan dari orang tua, mereka (anak-anak) harus menaruh perhatian terhadap saran-saran dari orang tua. (The Epoch Times/lin)