Penatnya suasana perkotaan, membuat walikota Denpasar membuat terobosan untuk mempertahankan sebuah areal pedesaan di tengah perkotaan. Walaupun baru rampung 5% dari proses perencanaan, ternyata sudah mendapat respon positif dari masyarakat lokal maupun wisatawan.
Mempertahankan kelestarian areal seluas 80 hektar ini, bukan hal yang mudah. Tuntutan ekonomi yang menghimpit, membuat banyak petani di daerah perkotaan beralih profesi. Mereka cenderung untuk menjual atau menyewakan tanah mereka untuk modal usaha. Alih fungsi lahan di daerah perkotaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari lagi.
Adanya sebuah kantong hijau di tengah rumitnya keseharian masyarakat kota merupakan hal yang sangat didambakan. Kaum urban yang tinggal di Denpasar pada umumnya sangat jarang dapat menikmati hamparan persawahan yang sejuk dan alami. Pemandangan langka ini dapat melepas kerinduan mereka akan kampung halaman.
Kawasan ini ke depan akan dijadikan pusat pelestarian budaya, baik budaya pertanian, perikanan, perkebunan, kerajinan, kesenian serta budaya bermasyarakat di daerah pedesaan.
Pemerintah berharap dapat menyajikan kehidupan gaya pedesaan yang alami ditengah hiruk pikuk kehidupan perkotaan. Berbagai profesi yang khas di pedesaan seperti cara menenun, membajak sawah, pembuatan jajanan tradisional, anak-anak belajar menari dll akan disajikan kepada pengunjung.
Walaupun fasilitas yang mendukung saat ini sangat kurang, kawasan ini sudah menjadi pilihan masyarakat untuk melepas kepenatan. Terbukti setiap liburan akhir pekan pada arena jogging track sepanjang 4,5 km dipenuhi pengunjung. Sambil berolah raga, pengunjung dapat menikmati pemandangan hamparan persawahan yang jauh dari kebisingan.
Sampai saat ini, fasilitas yang bisa dinikmati pengunjung antara lain, proses pembuatan keramik, arena menunggang kuda, pasar jajanan tradisional, kolam memancing, jogging track, tempat pijat, taman anggrek serta pusat oleh-oleh Bali. (Erabaru/luh)